Broken Home

Bahagia dalam kelimpahan itu  biasa.
Bahagia dalam keterbatasan itu luar biasa.

Bahagia dalam keluarga yang harmonis itu  biasa.
Bahagia dalam keluarga yang tidak harmonis itu hal luar biasa.

Mudah? Tidak.

Memahami keputusan orangtua berpisah, membutuhkan proses yang panjang.

Sampai akhirnya kita bisa menerima semuanya dan mengerti, keadaan seperti ini tidak seharusnya dilampiaskan dengan hal negatif.

Ya, anak broken home selalu diidentikan dengan anak yang nakal.

Bermasalah.
Ga bisa diatur.
Masa depannya suram.

Walaupun dengan status “broken home” seakan-akan semua yang lo lakuin akan diwajarkan.

“Anaknya ibu A tawuran”
“Wajar, broken home”
“Anaknya ibu B tinggal kelas”
“Wajar, ga diurus, orangtunya aja cerai”

Semua diwajarkan.

Tapi,
Jangan jadikan orangtua, sebagai tameng ketika kalian gagal.
Jangan jadikan orangtua, sebagai tameng ketika masa depan kalian hancur.

Berpikir positif.

Lagian enak jadi anak broken home :
1. Dijauhkan dari sticker  Happy Family. Yang gue yakin, yang pasang sticker itu ga happy happpy banget.
2. Anak broken home, bisa datang ke pernikahan orangtuanya. Coba yang anak biasa, keluarganya bahagia. Waktu orangtuanya nikah, bisa datang ga? enngak!

So, 
Jangan bikin masa depan kalian hancur
Jangan mau membuktikan omongan orang lain menjadi benar.
Jangan menyerah dengan keadaan kalian
Cukup “perjalanan”  orangtua kita yang selesai.
Kita jangan!

Bangkit.
Lakukan sesuatu yang positif.
Hasilkan sesuatu yang positif.

God bless you.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hei, Aku Rindu.

Bermimpilah!

Untuk mu, papa