Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Untuk mu, papa

Untuk mu, papa. Waktu kecil,  Papa adalah sosok yang keras Papa adalah sosok yang tegas Tak segan kau memarahi ku. Tak segan, kumpulan lidi menghantam kaki ku. Bahkan aku sempat berkata “Aku benci papa!" Waktu berlalu dengan cepat. Sekarang aku sudah mengerti, pa. Itu cara mu mengajari ku menjadi anak yang kuat. Mungkin cara mu berbeda dengan yang lain. Tapi aku mengerti, pa. Tak ada lagi rasa benci yang ku simpan. Yang ada hanyalah rindu. ketika ada waktu bersama, Aku selalu memperhatikan wajah mu dalam waktu lama. Sekarang wajahmu penuh dengan kerutan Sekarang rambut mu mulai memutih. Sekarang tatapan mata mu mulai sayu. Rasanya ingin berkata,  "Aku tak membenci mu, aku menyayangi mu, pa" Aku disini selalu mendoakan mu dalam rindu. Aku disini selalu menyayangi mu dalam rindu. Aku selalu senang mengumpulkan rasa rindu ini. Rindu yang akan ku tumpahkan dalam pelukan ketika kita bersua kembali. Seh

Broken Home

Bahagia dalam kelimpahan itu  biasa. Bahagia dalam keterbatasan itu luar biasa. Bahagia dalam keluarga yang harmonis itu  biasa. Bahagia dalam keluarga yang tidak harmonis itu hal luar biasa. Mudah? Tidak. Memahami keputusan orangtua berpisah, membutuhkan proses yang panjang. Sampai akhirnya kita bisa menerima semuanya dan mengerti, keadaan seperti ini tidak seharusnya dilampiaskan dengan hal negatif. Ya, anak broken home selalu diidentikan dengan anak yang nakal. Bermasalah. Ga bisa diatur. Masa depannya suram. Walaupun dengan status “broken home” seakan-akan semua yang lo lakuin akan diwajarkan. “Anaknya ibu A tawuran” “Wajar, broken home” “Anaknya ibu B tinggal kelas” “Wajar, ga diurus, orangtunya aja cerai” Semua diwajarkan. Tapi, Jangan jadikan orangtua, sebagai tameng ketika kalian gagal. Jangan jadikan orangtua, sebagai tameng ketika masa depan kalian hancur. Berpikir positif. Lagian enak jadi anak broken home :

Si Bodoh

Sebodoh itu si Bodoh? Disudut ruangan, termenung.  Gelisah dalam salah. Diam dan amarah mu menyayat hati dalam rindu. Stop. Jangan bicarakan rindu. “Pantaskah kau mengucap rindu? Saat perbuatan mu jauh dari arti rindu?” Ucapnya kepada si Bodoh. Disudut ruangan, menghangatkan badan. Melawan dinginnya udara yang bercampur rindu. “Diam kamu bodoh! Kau mengganggu waktu ku!” Ucapnya. “Bukan kah acuh mu itu mengganggu waktu ku juga? Waktu yang ku siapkan untuk mendengar setiap cerita mu?” Ucap si Bodoh. “Aku ingin menjadi pintar! Tapi bisakah aku pintar, selama diriku bernama Bodoh?” Tanya si Bodoh. Ah apalah kehebatan si Bodoh ini. Aku tak bisa apa-apa. Selain terus belajar. Belajar. Belajar. Menjadi pintar. Tapi, Ahh aku bukan murid yang baik untuk belajar. Aku murid bodoh. Mungkin, Ini masalah waktu. Setiap waktu yang berjalan. Akan mengubah setiap dimensi. Mungkin aku bodoh, karena nama ku. Tapi aku tak ingin bodoh